Teater kontemporer Indonesia sedang menghadapi dilema di etalase
pasar. Terjadi distorsi di berbagai sudut. Nilai-nilai kultural dianggap
tidak mendatangkan uang. Keadaan ini mungkin akan
berlangsung sampai masyarakat jenuh sendiri. Apalagi kalau orang-orang
teaternya semua memilih untuk beradaptasi. Tapi masih ada juga
segelintir orang teater yang tidak letih mengabdi. Salah satunya adalah
Dharsyaf Pabottingi, seniman teater dari Bulukumba.
Lelaki ini tak pernah letih mengabdi. Dharsyaf Pabottingi berusia 50
tahun ketika terpilih sebagai penerima Celebes Award dari Gubernur Sulawesi
Selatan pada tahun 2004. Penghargaan tersebut diberikan karena Dharsyaf
Pabottingi sangat produktif dan kreatif menggarap seni pertunjukan khususnya
teater untuk dinikmati masyarakat.
“Teater sudah menjadi urat nadi kehidupan saya. Hanya itu
yang menjadi modal pengabdian saya kepada bangsa, negara dan agama,” kata dia,
sekali waktu.
Gencarnya eksperimen teater Indonesia pada tahun 70-an terhenti. Puncak-puncak prestasi teater di tahun-tahun itu belum terulang lagi. Itu bukan semata-mata masalah teater. Tapi dampak perkembangan nilai-nilai di tengah masyarakat yang terlanjur berada di tahap konsumerisme. Mereka telah meletakkan nilai-nilai ekonomi di atas segalanya. Namun bagi seorang Dharsyaf, teater adalah salah satu anak zaman dan zaman tidak pernah membunuh anak kandungnya sendiri.
Gencarnya eksperimen teater Indonesia pada tahun 70-an terhenti. Puncak-puncak prestasi teater di tahun-tahun itu belum terulang lagi. Itu bukan semata-mata masalah teater. Tapi dampak perkembangan nilai-nilai di tengah masyarakat yang terlanjur berada di tahap konsumerisme. Mereka telah meletakkan nilai-nilai ekonomi di atas segalanya. Namun bagi seorang Dharsyaf, teater adalah salah satu anak zaman dan zaman tidak pernah membunuh anak kandungnya sendiri.
![]() |
Dharsyaf Pabottingi (Foto: zulengkatangallilia.blogspot.co.id) |
Dharsyaf mengakui dirinya tidak pernah letih mengabdikan
diri lewat karya pentas. Lelaki yang selalu identik dengan rambut panjang ini
bergumul di dunia teater sejak masih muda belia. Pergulatan bersama Teater
Kampong yang didirikan dan dipimpinnya sampai sekarang diakuinya sebagai modal
pengabdian kepada kemanusiaan sekaligus kepada bangsa dan negara.
Teater Kampong yang telah hadir sejak 1979 sampai saat ini
tetap eksis dalam seni pertunjukan budaya khusus teater di Kabupaten Bulukumba. Sudah tidak terhitung banyak karya yang dilahirkan dan
penghargaan yang digenggam. Selain itu, kelompok seni tertua di Kabupaten
Bulukumba yang masih bertahan ini juga telah banyak melahirkan pekerja
seni dan budaya
Suami dari
Suhaemina, aparatur di kantor Pemerintah Kabupaten Bulukumba ini juga intens
berkarya di luar teater. Selain sebagai penulis naskah drama, produser,
sutradara dan sekaligus pemain teater Dharsyaf juga adalah seorang pelukis dan
penyair.(*)
0 komentar:
Posting Komentar