Buku karyanya yang
berjudul “24 tips Untuk Menjadi
Instruktur Yang Baik” kini menjadi buku pegangan wajib bagi seluruh
instruktur BLK se-Indonesia. Selain itu beberapa buku karya lainnya sementara
dirampungkan. Salah satu di
antaranya buku “Menjadi Aparatur Yang
Baik."
Ruang-ruang kreatifitas memang tidak mesti
lantas mati ketika kita berada dalam ruang nyaman pegawai negeri. Itu salah
prinsip Zaenal A. Syahrir, anak muda yang selalu bersemangat di wilayah
literasi.
Zaenal saat ini bekerja sebagai salah
seorang instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK) Bulukumba, Sulawesi Selatan. Di
sela-sela rutinitasnya di kantor sebagai pegawai pemerintah, ia rupanya getol
meluangkan waktu mengeksplorasi kreativitas dan imajinasi

Sarjana kependidikannya
diperoleh dari Universitas Negeri Makassar tahun 2006. Dibandingkan dengan
rekan-rekan seangkatannya, titel ini termasuk lambat diperolehnya. Masuk di
perguruan tinggi bekas IKIP ini, Agustus 1999 dan baru memperoleh gelar sarjana,
April 2006. Nyaris Drop Out karena
hampir mencapai tujuh tahun masa perkuliahan. Batas waktu yang dipersyaratkan
perguruan tinggi negeri.
Ketika masih mahasiswa,
pria yang lahir di Desa Dwitiro, Kecamatan Bontotiro, 21 April 1980 dari
pasangan AM. Syahrir Mude dan Khatijah ini sempat menjadi aktivis di beberapa
lembaga kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kampus.
Zaenal pernah menjadi
pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Fakultas Teknik (2002),
Ketua Himpunan Mahasiswa Sipil dan Perencanaan (2002-2003), Koordinator Forum
Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia (FKMTSI) wilayah Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tenggara (2002-2003), Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa
(MPM) Fakultas Teknik (2003-2004), Pemimpin Redaksi Lembaga Pers mahasiswa
(LPM) UNM (2003), Presidium Perhimpunan Pers Mahasiswa Makassar (2004), dan
pengurus Kerukunan Keluarga Mahasiswa Bulukumba (KKRB) selama 2004-2006.
Sejak bergabung di BLK
Bulukumba tahun 2009, beberapa kegiatan pernah diikuti Zaenal, di antaranya:
Bimtek Jejaring Lembaga Pelatihan Kerja (2009), Bimtek Pengelola Pelatihan
Kerja (2009), Rapat Koordinasi Mitra Stakeholder Ketenagakerjaan (2009), Up
Grading Metodologi Pelatihan (2010) dan Diklat Dasar Calon Instruktur Kemenakertrans
(2010).
Menurut Zaenal, sebenarnya
adalah hal tragis nasib Balai Latihan Kerja (BLK) Bulukumba yang kini di bawah
pengelolaan Pemerintah Daerah dan berstatus Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPT).
Umumnya masuk kategori ‘kurang sehat’ kalau tak mau disebut mati suri.
Berikut ini tersembul
beberapa intisari pemikiran Zaenal untuk Bulukumba yang pernah ditulisnya dalam
sebuah artikel:
Data dari Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I seperti yang dilansir jppn.com, edisi 4
Agustus 2010, menyebutkan setelah melakukan pemetaan terhadap infrastruktur dan
fasilitas 208 BLK milik Pemda diperoleh data bahwa; 39 % BLK dalam kondisi
jelek atau memprihatinkan, 51 % sedang, 6 % belum dan hanya 3 % saja yang
bagus.
Selanjutnya Direktorat
Bina Lemsar Kemenakertrans R.I mengurai bahwa setelah urusan ketenagakerjaan
menjadi kewenangan daerah, diperoleh hasil : BLK di Indonesia Timur 100 %
buruk, Indonesia Tengah 3,8 % baik, 21,2 % sedang, 75 % buruk. Sedangkan BLK di
Indonesia Barat 15,7 % baik, 37,3 % sedang, dan 47 % buruk.
Padahal kehadiran BLK
mampu mengatasi pengangguran dan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja
baru, membuka akses ekonomi, dan memberdayakan ekonomi masyarakat miskin dan
produktif melalui usaha kecil dan menengah.
Dari analisa dan
pantauan sekilas menunjukkan bahwa BLK Bulukumba masih memiliki sejumlah
keterbatasan sumber daya pelatihan. Sebut saja, pertama peralatan yang sudah
masuk kategori tertinggal. Belakangan ini hampir pasti tidak ada revitalisasi
peralatan yang mutakhir.
Kedua, keterbatasan
dan ketidakmerataan instruktur di setiap jurusan. Idealnya, berdasarkan
persyaratan ILO, 1 orang instruktur melayani 8 orang peserta pelatihan atau 1
jurusan minimal 2 orang tenaga instruktur.
Ketiga, keterbatasan
anggaran. Sejauh ini BLK Bulukumba hanya mengandalkan kucuran anggaran pelatihan yang bersumber dari APBN.
Ironisnya setiap jurusan atau sebagian jurusan hanya mendapat satu paket pelatihan
setiap tahun.
Sementara anggaran
dari APBD hampir pasti tidak ada. Kondisi ini menyulitkan BLK Bulukumba untuk
memainkan peran strategisnya sebagai institusi yang concent menciptakan manusia
karya dan mandiri.
Padahal jika ditelisik
BLK Bulukumba bisa menjadi solusi ideal penciptaan lapangan kerja baru dengan
memanfaatkan potensi daerah yang dimiliki.
Lihat sejibun potensi
daerah yang dimiliki Bulukumba. Berderet potensi unggulan yang bisa
dimaksimalkan, diantaranya potensi pertanian. Sektor ini memberikan konstribusi
paling besar terhadap perekonomian Bulukumba. Selanjutnya tanaman perkebunan
seperti: kelapa, kopi robusta dan arabika, kakao, cengkeh, jambu mete, karet,
kapas, lada, dan vanili.
Potensi perikanan terdiri
dari perikanan laut dan perikanan budidaya. Untuk jenis ikan laut, sebagian
besar berpotensi ekspor, seperti: ikan cakalang, tuna, tongkol, layang,
kembung, tambang, lamuru, kerapu, dan beberapa ikan laut lainnya. Perikanan
budidaya seperti tambak, laut, kolam, mina padi juga merupakan potensi yang
dapat dikembangkan seperti ikan bandeng, udang windu, udang api-api.
Untuk potensi peternakan
meliputi: ternak sapi, kerbau, dan kuda; kambing dan domba; ayam dan itik.
Sedangkan sektor kehutanan, selain kayu yang menjadi potensi utama hasil hutan,
juga terdapat hasil hutan lainnya seperti: rotan, lebah madu, dan bambu.
Di sektor perindustrian,
terdapat tiga jenis industri besar meliputi: industri kapas PT. Seko Fajar Cotton,
industri karet PT. London Sumatera Tbk, dan industri kayu PT. Palopo Alam
Lestari.
Hanya saja, potensi
tersebut belum terkelola dengan baik dan belum memberikan hasil maksimal.
Peningkatan produktivitas dari berbagai sektor ini masih perlu digenjot. Salah
satunya adalah peningkatan kompetensi baik dari pengetahuan dan keterampilan
tata kelola dari sumber daya manusia yang akan mengelola sektor tersebut.
Karena itu, stakeholder
ketenagakerjaan di daerah ini, pemerintah termasuk wakil kita di Dewan
diharapkan mampu memberikan perhatian penuh dengan melakukan berbagai upaya
strategis. Diantaranya, revitalisasi peralatan dan gedung pelatihan,
peningkatan kompetensi instruktur dan tenaga pelatihan serta peningkatan
anggaran khususnya yang bersumber dari APBD.
“Jika ini terwujud, tanpa
sesumbar BLK Bulukumba bisa menjadi solusi atas permasalahan ketenagakerjaan,
pengangguran, ekonomi dan kemiskinan. Insya Allah,” kata Zaenal dengan mata
berbinar penuh harapan.
Saat ini Zaenal tercatat sebagai Asessor nasional bidang metelologi
pelatihan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sehingga tak heran
jika beberapa sekolah kejuruan (SMK) di beberapa kabupaten di Sulsel
memanfaatkan jasanya sebagai tenaga penguji eksternal untuk tes ujian
kompetensi kelulusan.
Selain sebagai Instruktur di BLK, saat ini juga tercatat sebagai Mentor
pada Lembaga Pelatihan Kerja dan Pengembangan Kewirausahaan, "PANRITA
CIPTA USAHA". Sebuah lembaga yang berupaya mewujudkan tatanan sosial
masyarakat miskin yang lebih berdaya guna melalui pengembangan usaha kecil
produktif berbasis potensi daerah.
Sejak bergabung di BLK, Instruktur mebel ini telah sukses menyulap beberapa
desa menjadi sentra pengembangan mebel dengan program desa binaan. Sebut
misalnya Desa Dwitiro Kecamatan Bontotiro, Desa Balantaroang Kecamatan
Bulukumpa, Desa Tugondeng Kecamatan Herlang dan Desa Tamaona Kecamatan Kindang.
Deretan desa ini telah menunjukkan perkembangan transaksi jual beli beli mebel
khususnya sofa dan sprinbed yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir
ini. Alhasil, upaya ini mampu meningkatkan gairah bisnis dibidang furnitur dan
perabotan rumah tangga di kalangan pemuda putus sekolah. (*)
0 komentar:
Posting Komentar