Pemimpin tertinggi di dalam Komunitas
Adat Kajang ialah Ammatoa. Istilah Ammatoa adalah bahasa Konjo yang mempunyai dua pengertian. Amma artinya bapak, dan toa berarti tua. Ammatoa berarti Bapak Tua. Pengertian bapak disini, bukan dalam
arti biologis, melainkan adalah pengertian pemimpin atau kepala. Jadi Ammatoa berarti Bapak Tua atau Bapak yang
dituakan, atau pemimpin. Ammatoa
bukan nama diri, tetapi gelar atau jabatan.
Makan bersama dalam ritual "Andingingi" (Foto: Rachmatalamsayah.com) |
Di
dalam penuturan Pasang berupa cerita
suci disebutkan bahwa seorang Ammatoa
adalah manusia pilihan, manusia utama. Seorang pemangku jabatan atau status Ammatoa mempunyai keistimewaan dan
kelebihan dan bahkan dianggap suci. Itulah sebabnya menurut Pasang nama aslinya pantang disebutkan,
sehingga ia dipanggil menurut statusnya yaitu Ammatoa. Di dalam pasang
diungkapkan bahwa Ammatoa adalah
manusia pertama yang muncul di dunia ini.
Jabatan
Ammatoa adalah jabatan seumur hidup.
Dalam menjalankan jabatannya ia didampingi oleh angrongta (ibu) yang menangani masalah tertentu. Sekalipun angronta adalah sebagai ibu, tetapi dia
bukan isteri Ammatoa. Angrongta dipilih berdasarkan kriteria
tertentu. Ammatoa juga dibantu oleh Karaeng Tallu, dan ada’limaya. Karaeng Tallu bertugas membantu dalam bidang pemerintahan (ada’ tanaya). Adapun Ada’Limaya adalah pembantu Ammatoa yang khusus bertugas mengurusi
masalah adat (dewan adat). Untuk jelasnya struktur organisasi kekuasaan adat Tana Kamase-Masea dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Karaeng Tallua merupakan tri
tunggal dalam bidang pemerintahan dan dikenal dengan “tallu karaeng mingka se’reji”. Ini berarti bahwa apabila ada
upacara adat dan salah satu orang di antaranya telah hadir dalam upacara adat
tersebut, maka karaeng tallu sudah dianggap hadir.
Dalam
menjalankan peran dan fungsi sebagai pemimpin komunitas, Ammatoa dibantu oleh majelis adat untuk mengurusi berbagai bidang.
Petugas (harian) yang membantu Amma Toa
disebut kolehai dengan tugas
masing-masing sebagai berikut:
- Galla Pantama (timboro’na tanaya) bertugas sebagai hakim
- Galla Lombo bertugas dalam bidang pertanian
- Galla Malleleng bertugas dalam bidang perikanan
- Galla Puto bertugas sebagai juru bicara/Ammatoa
- Gala Anjuru bertugas mengatur tamu yang akan menghadap Amma Toa
- Galla Bantalang bertugas melindungi hutan di Bantalang
- Galla Sapa bertugas melindungi hutan di Sapayya dan menyiapkan bangunan untuk upacara adat.
- Galla Sangkala bertugas melindungi hutan di Sangkala
- Galla Ganta bertugas melindungi hutan di Ganta (hutan Bongo)
- Tu Toa Sangkala bertugas pada bidang pertanahan di daerah sangkala
- Tu Toa Ganta bertugas bertugas pada bidang pertanahan ( di daerah Ganta).
- Anrong bertugas mengatur perlengkapan upacara “a’nganro”.
- Lompo Karaeng bertugas mengatur urutan “paccidongang”
- Lompo Ada’ bertugas mengatur urutan hidangan menurut kedudukan adat .
Para “pejabat” tersebut di atas dalam
menjalankan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Amma Toa. Perlu diketahui bahwa jabatan tersebut di atas adalah
jabatan menurut adat (manajemen tradisional) yang diatur oleh Amma Toa. Adapun hal-hal/urusan yang
berkaitan dengan pemerintahan (formal) diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
daerah, secara formal mulai dari tingkat Kepala Desa, Camat dan seterusnya.
Komunitas Amma Toa tergolong sangat
patuh/loyal kepada pemerintah. Hal tersebut memang diamanatkan dalam Pasang:
“Igitte tau caddia ammuluki
riadahang, suru’ki riajoka, naki minahang rihajo-hajona pamarentata naiya
pamarentata iyamintu arong ammanta”.
Artinya:
“Kita masyarakat perlu tunduk takluk di bawah petunjuk pemerintah. Sebab
pemerintah adalah orang tua kita”.
Berdasarkan
uraian diatas, fungsi dan peran Ammatoa dalam
hal ini terjadi bukan karena pengambil alihan terhadap peranan adat, akan
tetapi merupakan pendelegasian wewenang yang disesuaikan dengan sistem
pemerintahan negara Indonesia. Pada dekade belakangan ini, jabatan Karaeng Tallu dinasionalisasikan
struktur dan tata kerjanya menjadi jabatan di bawah taktis pemerintah. Jadi
untuk urusan sekuler / duniawi sebagian diserahkan kepada pemerintah setempat
untuk mengurusnya.
Meskipun
demikian, Ammatoa tetap merupakan
tokoh kharismatik yang mempunyai fungsi khas sebagai “ Tuni Pa’la’langi” atau tempat berlindung. Kedudukan Ammatoa dewasa ini lebih dominan sebagai
pemimpin keagamaan, dengan berorientasi ke masalah keukhrowian. Sekalipun
begitu, Ammatoa tetap merupakan tunilangngere kananna, tempat bertanya
dan meminta nasehat.
Sebagai
contoh, jika ada camat baru di Kecamatan Kajang, atau Bupati baru di Kabupaten
Bulukumba, selalu menyempatkan diri mengunjungi Ammotoa memohon restu dan
petunjuk. Bahkan pejabat Provinsi Sulawesi Selatan pun ada yang mengunjungi
Ammatoa, diantaranya Andi Oddang ketika menjabat Gubernur Sulawesi Selatan. (Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar