1. Pasang Sehubungan dengan “Religi Ketuhanan”
a. Anne
Linoa pammari mariangji ahera pammantangang satuli-tuli. Artinya “ Dunia ini hanya terminal sementara,
akhiratlah tempat yang abadi.
b. Tu Rie’
A’ra’na ammantangi ri pangnga’rakanna artinya “ Tu Rie’ A’ra’na (Tuhan) berbuat sesuai kehendaknya.
c. Abboyaku
Suruga narie’ nuerang mange riahera, napunna naraka nuhoja, naraka to nuerang
mange konjo. Artinya “ Carilah
surga (semasa tinggal di dunia), sebab kalau neraka yang engkau cari neraka
juga yang kau bawa ke akhirat”.
d. Anre
nissei rie’na anre’na Tu Rie’ A’ra’na nakipala doang.Pada to’ji pole natarimana
pa’nganrota iya toje’na artinya “
Tidak diketahui dimana adanya “Tuhan”, tetapi kita minta do’a kepadanya.
Diterima atau ditolak permohonan kita tergantung dari ketentuannya.
Butir Pasang tersebut di atas mengandung ajaran tentang religi/
Ketuhanan, yang bermakna harus melakukan perintahnya dan menghindari larangan
Nya. Manusia juga harus berusaha mencari nilai kebajikan demi kehidupan di hari
kemudian. Sekalipun komunitas Amma Toa tidak
melaksanakan syariat Islam, tetapi sikap pengamalan Pasang ini adalah perbuatan luhur sesuai ajaran Patuntung.
2. Pasang sehubungan dengan kehidupan dan
kemasyarakatan
a. Ako
naha-nahai lanupunnai numaeng taua napattiki songo’ artinya “ Jangan berniat memiliki sesuatu yang
berasal dari tetesan keringat orang lain”.
Ini merupakan nasehat agar jangan
mengambil hak orang lain.
b. Ako
appadai tummue parring artinya “
jangan seperti orang membelah bambu.
Ini bermakna anjuran untuk berlaku
adil.
c. Ako
kalangnge-langngere, ako kaitte-itte, ako katappa-tappa, rikarambu lalang riasu
timuang. Artinya “jangan sebarang
mendengar, jangan sembarang melihat, jangan sembarang percaya kepada anjing
yang melolong”.
Pesan ini mengandung makna jangan
mudah terpengaruh oleh pendengaran dan penglihatan. Harus ada filter untuk
menyaring pengaruh / budaya yang belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa.
d. A’lemo
sibatu A’ bulo sibatang. Artinya
“ Bersatu bagai limau, seiring sejalan bagai air dalam pembuluh”.
Pasang Ini mengandung makna
pentingnya persatuan dan kesatuan.
e. Tallasa
tuna kamase-mase Artinya “ Hidup
sederhana dan bersahaja”
Ini merupakan prinsip hidup komunitas Amma Toa, agar manusia hidup sederhana
atau secukupnya. Alasannya manusia yang materialistis dapat terjerumus dalam
perbuatan dosa.
f. Ako
allingkai batang artinya “ Jangan
melangkahi kayu yang sudah roboh.
Ini bermakna larangan melakukan
pelanggaran yang disengaja.
g. Katutui
rie’nu rigentengan tabattuna palaraya. Artinya “Jagalah harta milikmu sebelum tiba masa paceklik.
Ini merupakan anjuran untuk berhemat.
Butir Pasang di atas, menganjurkan masyarakat
agar selalu berbudi luhur, menghargai hak orang lain, dan berlaku adil. Bagi
orang Kajang berlaku adil adalah prinsip, termasuk penguasa. Dahulu keadilan
dan kejujuran menjadi salah salah satu materi sumpah oleh Karaeng (Raja /
Camat) pada saat pelantikan. Pasang tersebut
di atas juga memberikan tuntunan melakukan kebajikan, berlaku hemat sebagai
pola hidup. Hidup boros dan meterialis dapat menjerumusakan orang pada
perbuatan negatif. Juga Pasang mengingatkan
untuk tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang belum jelas, serta menganjurkan
persatuan.
3. Pasang sehubungan dengan pemerintahan
a. Bola-bola
pa’lettekang, baju-baju pasampeang, petta kalennu kamaseang kolantu’nu, naiya
kala’biranga a’lele cera’ minto’i. Artinya “ Rumah-rumah dapat dipindahkan, baju-baju dapat ditanggalkan, jaga
dirimu kasihani lututmu, yang dikatakan kekuasaan mengalir bagai darah
Pasang ini memberikan
peringatan kepada pemimpin, bahwa kekuasaan itu tidak selamanya dimiliki.
Kekuasaan itu akan berpindah seperti darah yang mengalir dalam tubuh. Ini
merupakan anjuran kepada pemegang kekuasaan agar selalu melaksanakan amanah.
b. Lambusu’nuji
nukaraeng, gattannuji nu ada’, sa’bara’nuji nu guru, pisonanuji nu sanro.
Artinya, karena jujur engkau menjadi
pemerintah, karena tegas engkau menjadi adat, karena sabar engkau menjadi guru,
karena pasrah engkau menjadi dukun.
Pasang ini bermakna bahwa seseorang yang memegang jabatan harus memiliki sifat,
yaitu jujur, tegas, sabar, dan pasrah.
4. Pasang sehubungan dengan pelestarian alam (hutan)
a. Nipanjari
inne linoa lollong bonena, lani pakkegunai risikonjo tummantanga ribahonna
linoa.Mingka u’rangi toi ampallarroi linoa rikau tala rie’ lana
pangngu’rangiang. Artinya
dijadikan bumi ini beserta isinya untuk dimanfaatkan oleh manusia. Tetapi perlu
diingat apabila bumi marah kepada
engkau, tidak ada yang dapat mencegahnya
Pasang ini mengandung makna bahwa manusia dilarang mengeksploitasi alam secara
berlebihan, sebab dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Apabila alam murka,
tidak dapat dicegah atau dihindari.
b. Nikasipalliangngi
ammanra’-manraki borong
Artinya, dipantangkan merusak hutan.
Pasang ini bersifat anjuran untuk pelestarian alam, dan jangan merusak hutan.
c. Ako
annatta’uhe, attuha kaloro.
Artinya, jangan memotong rotan dan
meracuni sungai.
Ini merupakan
anjuran yang berkaitan dengan pelestarian hutan dan lingkungan hidup serta
menjaga ekosistem alam.
Materi atau butir Pasang tersebut diatas,
hanya sebagian kecil dari keseluruhan ajaran yang dipedomani komunitas adat Ammatoa.
C.
Pasang dan pelestarian hutan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Pasang ri Kajang ialah suatu sumber
nilai / budaya yang berisi tuntunan hidup komunitas adat Ammatoa. Tuntunan
hidup itu menyangkut semua aspek kehidupan dalam komunitasnya, yaitu sistem
reiligi, masalah sosial termasuk hubungan manusia dengan Iingkungannya.
Menurut Andi M. Akhmar, Pasang ri kajang berisi ratusan pasal
teks lisan berupa sumber nilai dan pesan leluhur. Dari sekian banyak pasal
tersebut, ada sekitar 20-an pasal diantaranya berisi tentang sistem pengelolaan
Iingkungan. Walaupun butir Pasang
tersebut hanya berupa pesan lisan namun dapat disebut sebagai suatu kearifan
lingkungan. Di dalam Pasang tercakup
aturan untuk menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam
lingkungannya dan aturan tesebut ditaati sejak leluhur mereka.
Pasang Ri Kajang yang
berkaitan dengan sistem pengelolaan lingkungan ditaati oleh komunitas Ammatoa Kajang secara sadar dan ikhlas.
Ketaatan pada ajaran Pasang dalam
pemeliharaan lingkungan (hutan) selama ratusan tahun, hal itu berkaitan dengan
fungsi hutan.
Fungsi Hutan Bagi Masyarakat Kajang
Bagi masyarakat adat Ammatoa Kajang, hutan adalah merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan
dalam melangsungkan kehidupan mereka. Itu sebabnya maka penganut kepercayaan patuntung ini menganggap hutan menjadi
sangat penting dalam menjaga kelestarian ekosistem lingkungan.
Sesuai ajaran leluhur mereka, konsep
pengelolaan hutan disamping terkait dengan kebutuhan sehari - hari, hutan juga
memiliki nilai ritual. Ada beberapa fungsi hutan sesuai konsep pengelolaan
hutan bagi orang Kajang, sebagai berikut:
1. Untuk menjaga potensi keaneka ragaman hayati
seperti kayu dan hasil-hasil hutan bukan kayu. Seperti rotan, madu dan berbagai
jenis tanaman lainnya serta beberapa jenis satwa.
2. Untuk mengatur tata air dan mengatur turunnya
hujan. Dengan terpeliharanya hutan, air hujan yang turun sebagian diserap ke
dalam tanah yang menimbulkan mata air.
3. Untuk fungsi ritual. Ada tiga upacara ritual dan
sakral yang dilaksanakan di dalam borong
karamaka (hutan keramat) yaitu :
a) upacara pelantikan Ammatoa,
b) upacara attunu
passau (upacara kutukan bagi pelanggar adat), dan
c) Upacara apparuntuk
paknganro.
Pengelolaan Lingkungan
Sehubungan dengan
pengelolaan/ pelestarian lingkungan (hutan), ada beberapa butir Pasang yang merupakan ajaran pokok dalam
melestarikan lingkungan.
a. “Jagai
Linoa lollong bonena, kammayatompa langika siagang rupa taua, siagang boronga. Pasang
ini berarti peliharalah bumi beserta isinya, begitupun langit, manusia maupun
hutan.
Menurut Kaimuddin
Salle, amanah berdasarkan Pasang ini
diemban oleh Ammatoa pertama sampai Ammatoa sekarang bersama seluruh warga
(komunitasnya). Hal ini dapat dipandang sebagai filosofi hidup mereka yang
mewawas langit, bumi, manusia dan hutan. Komunitas Ammatoa yakin bahwa bumi, langit, manusia dan hutan adalah satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dalam satu ekosistem. Oleh karena keempat unsur
tersebut berada dalam satu sistem, maka manusia harus menjaga keseimbangannya.
Untuk mewujudkan itu semua, seluruh warga masyarakat (termasuk Ammatoa dan pemuka adat lainnya) harus
berada dalam sistem tersebut. Ini berarti bahwa kewajiban menjaga keseimbangan
ekosistem bumi, langit, manusia dan lingkungan (hutan) adalah merupakan
tanggung jawab bersama.
b. Punna
nita’bangi kayua ri boronga, angnqurangngi bosi, appatanrei timbusua, anjo
boronga angkontai bosia, aka‘na kayua appakalompo timbusu, raung kayua
angngonta bosi.
Artinya: kalau pohon kayu di hutan
ditebang, akan mengurangi hujan, meniadakan mata air. Hutan itulah yang
mengontak hujan, akarnya membesarkan mata air, daunnya yang menarik hujan.
Butir Pasang tersebut di atas telah dianut
masyarakat Ammatoa sejak leluhur
mereka. Mereka percaya bahwa fungsi hutan sangat besar peranannya dalam menjaga
ekosistem alam. Kalau hutan sudah berkurang, akan berakibat pada berkurangnya
curah hujan. Dalam hal ini Suriaatmaja (1997) telah berhasil meneliti hubungan
antara curah hujan dengan pertumbuhan pohon. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pada hutan yang pohon-pohonnya sudah banyak ditebang, menunjukkan bahwa
curah hujan memang kurang. Hal ini disebabkan karena pohon-pohon mampu
mengurangi kecepatan angin sehingga akibatnya mengurangi penguapan air.
c. Punna
erokko anna’bang sipoko’ kayu ri boronga, a’lamunko rolo ruang poko’anggenna
timbo. Artinya, kalau ingin
menebang satu batang pohon kayu di dalam hutan harus menanam dulu dua pohon
sampai tumbuh dengan baik. Aturan Pasang
tentang penebangan kayu di hutan bagi kawasan adat Ammatoa Kajang, sudah berlaku sejak komunitas mereka ada. Hal ini
berarti ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka komunitas adat Kajang sudah
memiliki kearifan didalam sistem pengelolaan Lingkungan. Bahkan pengelolaan
hutan di Kajang, dapat dijadikan contoh/ rujukan untuk penyelamatan hutan di
tanah air. (Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar