Ilmuwan dan Sastrawan Perempuan dari Bulukumba
Saat masih
berstatus mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, intelektualitasnya
sebagai sosok perempuan tangguh terasah dengan kian tajam.
Di kota pendidikan tersebut dia memulai debut intelektualnya melalui tradisi tulis menulis. Baik dalam bentuk artikel, esai, maupun puisi-puisi yang dipublikasikan oleh surat kabar dan majalah nasional.
Di kota pendidikan tersebut dia memulai debut intelektualnya melalui tradisi tulis menulis. Baik dalam bentuk artikel, esai, maupun puisi-puisi yang dipublikasikan oleh surat kabar dan majalah nasional.
Puisi-puisi Andi Rasdiyanah kala
itu bersaing dengan karya-karya Tuti Alawiyah AS dari Jakarta, Ndang Adi
Nusantara dari Bandung, Syu’bah Asa dari Yogyakarta, M. Yahya dan Husain
Handicing dari Makassar. Serta sejumlah sastrawan nasional kala itu.
Panji
Masyarakat, salah satu majalah terkemuka tahun 1960-an yang dipimpin oleh Buya
Hamka, merupakan media yang paling getol mempublikasikan tulisan-tulisannya.
Kultur akademik dan kesenimanan Andi Rasdiyanah, diakuinya terbentuk di
Yogyakarta. Di kota itu pula dia menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII)
dan menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta. Di
samping itu, dia juga pernah menjadi aktivis organisasi perempuan. Seperti
Nasyiatul Aisyiyah, Korps Alumni HMI wati (Kohati), MUI, ICMI dan lainnya.
Sejumlah tulisannya yang telah
dibukukan, antara lain: Kumpulan Puisi/Puitisasi alquran (1965), Bugis Makassar
dalam Peta Islamisasi Indonesia (1990), Integrasi Sistem Pangadereng (adat)
dengan Sistem Syariat Sebagai Pandangan Hidup Orang Bugis dalam Lontarak LATOA
(1999).
Tak berlebihan jika Andi
Rasdiyanah disebut sebagai salah seorang intelektual, akademisi, dan sastrawati
perempuan penting yang dimiliki bangsa ini.
Mantan
Rektor IAIN Alauddin (sekarang UIN) Makassar ini lahir di Bulukumba pada 14
Februari 1953. Pada masa kecilnya menempuh pendidikan dasar dan lanjutan
pertama pada Muallimat Muhammadiyah di Bulukumba. Sebelum kemudian melanjutkan
pendidikannya di Yogyakarta (1954-1963) pada Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta.
Meraih kesarjanaan pada Fakultas Syariah Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Buku biografi Prof.Dr.Hj.Andi Rasdiyanah |
Sekembalinya ke Makassar, dia
terangkat menjadi dosen dan menduduki sejumlah jabatan penting di IAIN
Alauddin. Rasdiyanah juga memenuhi sejumlah undangan menjadi narasumber pada
forum-forum diskusi dan seminar, khususnya terkait dengan isu perempuan. Tak
salah jika sejak 1980-an, Andi Rasdiyanah menjadi salah satu figur penting
intelektual perempuan di kancah nasional.
Aktivitas dan perhatiannya
demikian besar terhadap dunia pendidikan. Tak heran , civitas akademika IAIN
Alauddin Makassar mempercayainya memimpin institusi yang dibesarkannya
tersebut. Andi Rasdiyanah menjadi rektor dua periode berturut-turut 1985-1989
dan 1989-1993. Andi Rasdiyanah merupakan rektor perempuan pertama di Sulawesi
bahkan Indonesia Timur. Pada 1993-1995, dia juga dipercaya menjabat Direktur
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI.
Pada saat menduduki dua jabatan
penting terakhir, Andi Rasdiyanah tak sedikit melakukan kunjungan akademik ke
sejumlah kota dan negara. Di antaranya Amerika Serikat, Kanada, Belanda,
Belgia, Mesir, Saudi Arabia, Maroko, Thailand, Pakistan, India, Malaysia,
Singapura, dan Philipina.
Andi Rasdiyanah merupakan sosok
pendidik yang profesional. Kualifikasi pendidikan S3 yang diraihnya di UIN
Sunan Kalijaga dengan predikat Cum laude dibarengi kompetensi pedagogik,
kepribadian, dan sosial. Di kalangan peserta didiknya, dia dikenal dan dikagumi
lantaran sangat demokratis.
Andi
Rasdiyanah tidak hanya memiliki perhatian besar terhadap pendidikan
mahasiswanya, tetapi putra-putrinya juga berhasil dalam pendidikannya. Dia
memiliki tiga orang anak yang mewarisinya sebagai dosen. Seorang putrinya juga
menjadi dokter spesialis. Demikian pula cucu-cucunya didorong untuk senantiasa
meningkatkan pendidikannya.
Karena perhatiannya terhadap
dunia pendidikan pula, Andi Rasdiyanah tetap menyandang gelar Guru Besar
Emeritus UIN Alauddin Makassar. Istri dari Drs. HM Amir said ini tetap aktif
mengajar di kampus peradaban tersebut. Dia tak mengenal kata pensiun. Meski fisiknya
kian lemah termakan usia, perempuan tangguh dari lima anak, 17 cucu dan lima
cicit ini masih rutin datang ke kampus yang telah dibesarkannya itu. (*)
0 komentar:
Posting Komentar