Entah sudah berapa puluh botol
cairan infus memasuki tubuh Ilo. Kabar Ilo sakit keras sangat cepat beredar
luas. Terutama di kalangan penggemarnya di sekolah. Ilo kebanjiran pembezuk,
terutama kalangan cewek. Tapi Ilo belum juga sadarkan diri. Ilo benar-benar koma.
![]() |
Ilustrasi (Foto: Arrahmah.com) |
Pagi mekar pada hari kedua puluh
satu sejak Ilo jatuh sakit. Orang-orang di sekeliling Ilo mendadak tersenyum
girang. Sebuah keajaiban terjadi. Matahari naik sepenggalah dan Ilo membuka
matanya. Wajah yang sebelumnya pucat itu kini tampak cemerlang bercahaya.
“Aku di mana?”
“Kamu di rumah sakit, sayang. Kamu
tidak sadarkan diri selama dua puluh satu hari.”
Ibunya menjawab dengan penuh kasih
sayang. Dielusnya perlahan rambut gondrong putra tunggalnya.
“Apa yang terjadi dengan diriku,
bu?”
“Kamu mengalami kecelakaan, sayang.
Motormu menabrak truk gandeng. Tubuhmu terlempar ke sungai. Dua hari kemudian
tubuhmu ditemukan warga tersangkut di akar pohon pinggir sungai.”
Ilo berusaha bangkit dari
pembaringan. Sambil duduk bersila matanya menatap wajah orang-orang yang hadir
di ruangan itu.
“Tolong ambilkan pakaian bersih dan
sajadah.”
Orang-orang di sekeliling Ilo
melongo takjub keheranan. Mereka saling berpandangan. Penuh tanda tanya. Tidak
berapa lama Ibu Ilo segera bergegas menyediakan pakaian bersih dan sajadah yang
diminta putranya. Perempuan itu pun tidak habis pikir kenapa anaknya mendadak
berubah seratus delapan puluh derajat.
Kabar Ilo sembuh dengan cepat
beredar luas. Tapi kali ini kabar itu dibumbui dengan cerita menarik seputar
diri Ilo yang sekarang berubah drastis. Dulu Ilo dikenal sebagai anak
berandalan yang memimpin sebuah geng motor di kota ini. Ilo dan gengnya identik
dengan keonaran, tawuran, minuman keras bahkan narkoba.
Setelah pulih dari luka parah akibat
kecelakaan sekarang Ilo berubah total. Rutinitasnya kini sehari-hari berada di
masjid dekat rumahnya. Shalat lima waktu secara berjamaah tidak pernah alpa.
Bahkan Ilo kerap menjadi muadzin. Di luar jam sekolah Ilo ikut membantu di
masjid mengajari puluhan kanak-kanak membaca Al Quran.
Penampilan Ilo sekarang pun tampak
elegan. Kemana-mana tubuhnya selalu dibalut baju gamis dan sorban serba putih.
Teman-teman dan guru-guru di sekolah Ilo pun takjub keheranan dengan perubahan
diri Ilo. Cewek-cewek fans Ilo semakin kagum. Malah fans Ilo sekarang bukan
saja dari kaum hawa tapi juga bertambah dari kaum adam. Teman-teman geng motor
Ilo kini juga berubah dan bertekad mengikuti perubahan perilaku pimpinannya.
Mereka kini mengidolakan Ilo. Bahkan andai ada satu orang saja remaja yang
tidak mengenal Ilo maka dia akan dicap tidak gaul. Ilo semakin populer di
kalangan warga seluruh kota. Tua muda, lelaki perempuan. Semuanya mengenal dan
mengagumi Ilo.
Sebulan berlalu. Wajah Ilo semakin
bercahaya. Kini jabatannya sebagai muadzin meningkat menjadi protokol saban
hari Jum’at. Sepekan kemudian Ilo bahkan mulai tampil sebagai pembawa khutbah
Jum’at. Berdasarkan hasil musyawarah para anggota remaja masjid, Ilo didaulat menjadi
ketua remaja masjid. Lengkap sudah kini keseharian Ilo yang religius.
Keseharian Ilo semakin padat. Ilo
sekarang kerap diundang berceramah di masjid-masjid. Jumlah jamaah pasti
membludak manakala mengetahui Ilo yang akan tampil berceramah. Ilo memang
memiliki daya pikat luar biasa. Wajahnya ganteng dan putih cemerlang. Bahasanya
sangat sopan. Gayanya berbicara sungguh menawan. Wawasannya mengenai agama
Islam pun sangat luas. Ilmunya bukan saja mengenai syariat tapi juga telah
merambah hakikat dan makrifat.
Orang yang paling bahagia melihat
Ilo yang sekarang tentu saja adalah ibunya sendiri. Putra semata wayangnya itu
kini menjadi seorang ustad terkenal, mengikuti jejak ayahnya. Mendiang ayah Ilo
dulunya juga seorang da’i terkenal.
Suatu malam di bulan suci Ramadhan.
Di sebuah masjid Ilo dijadwalkan berceramah selepas shalat tarawih berjamaah.
Seperti biasa para jamaah sudah membeludak memenuhi masjid. Tak ada satu pun
saf yang dibiarkan kosong. Bahkan para jamaah yang tidak kebagian tempat sampai
rela membentuk saf tersendiri di luar masjid. Kalangan jamaah yang hadir
didominasi kaum hawa. Maklum, mereka memang fans setia si Ustad Ganteng. Demikian
panggilan mereka kepada Ilo.
Protokol mempersilahkan Ustad Ilo
naik ke mimbar. Ucapan salam sang ustad disambut gemuruh oleh jamaah.
“Alhamdulillah..........................”
Sang ustad berhenti. Kerongkongannya seperti tercekat. Sesaat kemudian kepala
Ilo tersungkur di mimbar. Seluruh hadirin sangat terkejut.
“Ustad Ilo pingsan!”
”Cepat bopong tubuhnya!”
Mereka segera menggotong tubuh ustad
kesayangan mereka. Ilo belum sadarkan
diri. Beberapa orang ibu dan gadis menangis sesenggukan. Mereka sangat
mencemaskan keadaan Ilo.
“Ayo cepat lakukan sesuatu!” Salah
seorang jamaah berseru.
“Siapa
yang membawa minyak kayu putih?” Tanya seseorang.
“Kita bawa saja ke rumah sakit!”
Kata yang lainnya.
Suasana gaduh di masjid tiba-tiba
berubah hening ketika mereka melihat tubuh Ilo mulai bergerak-gerak. Mata Ilo
perlahan terbuka.
“Aku di mana?” Mata Ilo menatap
sekeliling dengan sorot mata bingung.
“Alhamdulillah! Ustad Ilo sudah
siuman.”
“Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
“A...aku di..di mana?”
“Ustad baru saja pingsan saat
memulai ceramah tadi.”
“Apa? Ustad?” Wajah Ilo tampak
bingung. Setelah tertegun sejenak Ilo seolah baru ingat sesuatu.
“Ya, ya! Aku sekarang ingat. Aku
baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas. Di mana sepeda motorku? Semoga
tidak rusak parah. Ibu, ibu! Di mana ibuku? Tolong panggilkan ibuku!”
Mata orang-orang yang hadir saling berpandangan.
Mereka kebingungan mendengar ucapan Ilo. Mata Ilo menelusuri pakaian yang
membungkus tubuhnya.
Ilo bertanya lagi, “Kenapa aku
memakai baju seperti ini? Heeh....seperti ustad saja.”
Wajah orang-orang di tempat itu
semakin diliputi keheranan. (*)
Tanete, 20
September 2014
0 komentar:
Posting Komentar