Selasa, 25 Oktober 2016

Ammatoa (6): Materi Pasang



Salah satu rutinitas warga Ammatoa (Foto: Genesicblog.wordpress.com)



B. Beberapa Materi Pasang
1.      Pasang Sehubungan dengan “Religi Ketuhanan”
a.       Anne Linoa pammari mariangji ahera pammantangang satuli-tuli. Artinya “ Dunia ini hanya terminal sementara, akhiratlah tempat yang abadi.
b.      Tu Rie’ A’ra’na ammantangi ri pangnga’rakanna artinya “ Tu Rie’ A’ra’na (Tuhan) berbuat sesuai kehendaknya.
c.       Abboyaku Suruga narie’ nuerang mange riahera, napunna naraka nuhoja, naraka to nuerang mange konjo. Artinya “ Carilah surga (semasa tinggal di dunia), sebab kalau neraka yang engkau cari neraka juga yang kau bawa ke akhirat”.
d.      Anre nissei rie’na anre’na Tu Rie’ A’ra’na nakipala doang.Pada to’ji pole natarimana pa’nganrota iya toje’na artinya “ Tidak diketahui dimana adanya “Tuhan”, tetapi kita minta do’a kepadanya. Diterima atau ditolak permohonan kita tergantung dari ketentuannya.
Butir Pasang tersebut di atas mengandung ajaran tentang religi/ Ketuhanan, yang bermakna harus melakukan perintahnya dan menghindari larangan Nya. Manusia juga harus berusaha mencari nilai kebajikan demi kehidupan di hari kemudian. Sekalipun komunitas Amma Toa tidak melaksanakan syariat Islam, tetapi sikap pengamalan Pasang ini adalah perbuatan luhur sesuai ajaran Patuntung.

2.      Pasang sehubungan dengan kehidupan dan kemasyarakatan
a.       Ako naha-nahai lanupunnai numaeng taua napattiki songo’ artinya “ Jangan berniat memiliki sesuatu yang berasal dari tetesan keringat orang lain”.
Ini merupakan nasehat agar jangan mengambil hak orang lain.
b.      Ako appadai tummue parring artinya “ jangan seperti orang membelah bambu.
Ini bermakna anjuran untuk berlaku adil.
c.       Ako kalangnge-langngere, ako kaitte-itte, ako katappa-tappa, rikarambu lalang riasu timuang. Artinya “jangan sebarang mendengar, jangan sembarang melihat, jangan sembarang percaya kepada anjing yang melolong”.
Pesan ini mengandung makna jangan mudah terpengaruh oleh pendengaran dan penglihatan. Harus ada filter untuk menyaring pengaruh / budaya yang belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa.
d.      A’lemo sibatu A’ bulo sibatang. Artinya “ Bersatu bagai limau, seiring sejalan bagai air dalam pembuluh”.
Pasang Ini mengandung makna pentingnya persatuan dan kesatuan.
e.       Tallasa tuna kamase-mase Artinya “ Hidup sederhana dan bersahaja”
Ini merupakan prinsip hidup komunitas Amma Toa, agar manusia hidup sederhana atau secukupnya. Alasannya manusia yang materialistis dapat terjerumus dalam perbuatan dosa.
f.       Ako allingkai batang artinya “ Jangan melangkahi kayu  yang sudah roboh.
Ini bermakna larangan melakukan pelanggaran yang disengaja.
g.      Katutui rie’nu rigentengan tabattuna palaraya. Artinya “Jagalah harta milikmu sebelum tiba masa paceklik.
Ini merupakan anjuran untuk berhemat.
Butir Pasang di atas, menganjurkan masyarakat agar selalu berbudi luhur, menghargai hak orang lain, dan berlaku adil. Bagi orang Kajang berlaku adil adalah prinsip, termasuk penguasa. Dahulu keadilan dan kejujuran menjadi salah salah satu materi sumpah oleh Karaeng (Raja / Camat) pada saat pelantikan. Pasang tersebut di atas juga memberikan tuntunan melakukan kebajikan, berlaku hemat sebagai pola hidup. Hidup boros dan meterialis dapat menjerumusakan orang pada perbuatan negatif. Juga Pasang mengingatkan untuk tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang belum jelas, serta menganjurkan persatuan.

3.      Pasang sehubungan dengan pemerintahan
a.       Bola-bola pa’lettekang, baju-baju pasampeang, petta kalennu kamaseang kolantu’nu, naiya kala’biranga a’lele cera’ minto’i. Artinya “ Rumah-rumah dapat dipindahkan, baju-baju dapat ditanggalkan, jaga dirimu kasihani lututmu, yang dikatakan kekuasaan mengalir bagai darah
Pasang ini memberikan peringatan kepada pemimpin, bahwa kekuasaan itu tidak selamanya dimiliki. Kekuasaan itu akan berpindah seperti darah yang mengalir dalam tubuh. Ini merupakan anjuran kepada pemegang kekuasaan agar selalu melaksanakan amanah.
b.      Lambusu’nuji nukaraeng, gattannuji nu ada’, sa’bara’nuji nu guru, pisonanuji nu sanro.
Artinya, karena jujur engkau menjadi pemerintah, karena tegas engkau menjadi adat, karena sabar engkau menjadi guru, karena pasrah engkau menjadi dukun.
Pasang ini bermakna bahwa seseorang yang memegang jabatan harus memiliki sifat, yaitu jujur, tegas, sabar, dan pasrah.

4.      Pasang sehubungan dengan pelestarian alam (hutan)
a.       Nipanjari inne linoa lollong bonena, lani pakkegunai risikonjo tummantanga ribahonna linoa.Mingka u’rangi toi ampallarroi linoa rikau tala rie’ lana pangngu’rangiang. Artinya dijadikan bumi ini beserta isinya untuk dimanfaatkan oleh manusia. Tetapi perlu diingat apabila bumi marah kepada  engkau, tidak ada yang dapat mencegahnya
Pasang ini mengandung makna bahwa manusia dilarang mengeksploitasi alam secara berlebihan, sebab dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Apabila alam murka, tidak dapat dicegah atau dihindari.
b.      Nikasipalliangngi ammanra’-manraki borong
Artinya, dipantangkan merusak hutan.
Pasang ini bersifat anjuran untuk pelestarian alam, dan jangan merusak hutan.
c.       Ako annatta’uhe, attuha kaloro.
Artinya, jangan memotong rotan dan meracuni sungai.
Ini merupakan anjuran yang berkaitan dengan pelestarian hutan dan lingkungan hidup serta menjaga ekosistem alam.
Materi atau butir Pasang tersebut diatas, hanya sebagian kecil dari keseluruhan ajaran yang dipedomani komunitas adat Ammatoa.

C.     Pasang dan pelestarian hutan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Pasang ri Kajang ialah suatu sumber nilai / budaya yang berisi tuntunan hidup komunitas adat Ammatoa. Tuntunan hidup itu menyangkut semua aspek kehidupan dalam komunitasnya, yaitu sistem reiligi, masalah sosial termasuk hubungan manusia dengan Iingkungannya.
Menurut Andi M. Akhmar, Pasang ri kajang berisi ratusan pasal teks lisan berupa sumber nilai dan pesan leluhur. Dari sekian banyak pasal tersebut, ada sekitar 20-an pasal diantaranya berisi tentang sistem pengelolaan Iingkungan. Walaupun butir Pasang tersebut hanya berupa pesan lisan namun dapat disebut sebagai suatu kearifan lingkungan. Di dalam Pasang tercakup aturan untuk menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya dan aturan tesebut ditaati sejak leluhur mereka.
Pasang Ri Kajang yang berkaitan dengan sistem pengelolaan lingkungan ditaati oleh komunitas Ammatoa Kajang secara sadar dan ikhlas. Ketaatan pada ajaran Pasang dalam pemeliharaan lingkungan (hutan) selama ratusan tahun, hal itu berkaitan dengan fungsi hutan.

Fungsi Hutan Bagi Masyarakat Kajang
Bagi masyarakat adat Ammatoa Kajang, hutan adalah merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam melangsungkan kehidupan mereka. Itu sebabnya maka penganut kepercayaan patuntung ini menganggap hutan menjadi sangat penting dalam menjaga kelestarian ekosistem lingkungan.
Sesuai ajaran leluhur mereka, konsep pengelolaan hutan disamping terkait dengan kebutuhan sehari - hari, hutan juga memiliki nilai ritual. Ada beberapa fungsi hutan sesuai konsep pengelolaan hutan bagi orang Kajang, sebagai berikut:
1.      Untuk menjaga potensi keaneka ragaman hayati seperti kayu dan hasil-hasil hutan bukan kayu. Seperti rotan, madu dan berbagai jenis tanaman lainnya serta beberapa jenis satwa.
2.      Untuk mengatur tata air dan mengatur turunnya hujan. Dengan terpeliharanya hutan, air hujan yang turun sebagian diserap ke dalam tanah yang menimbulkan mata air.
3.      Untuk fungsi ritual. Ada tiga upacara ritual dan sakral yang dilaksanakan di dalam borong karamaka (hutan keramat) yaitu :
 a) upacara pelantikan Ammatoa,
 b) upacara attunu passau (upacara kutukan bagi pelanggar adat), dan
 c) Upacara apparuntuk paknganro.

Pengelolaan Lingkungan
Sehubungan dengan pengelolaan/ pelestarian lingkungan (hutan), ada beberapa butir Pasang yang merupakan ajaran pokok dalam melestarikan lingkungan.
a.       “Jagai Linoa lollong bonena, kammayatompa langika siagang rupa taua, siagang boronga. Pasang ini berarti peliharalah bumi beserta isinya, begitupun langit, manusia maupun hutan.
Menurut Kaimuddin Salle, amanah berdasarkan Pasang ini diemban oleh Ammatoa pertama sampai Ammatoa sekarang bersama seluruh warga (komunitasnya). Hal ini dapat dipandang sebagai filosofi hidup mereka yang mewawas langit, bumi, manusia dan hutan. Komunitas Ammatoa yakin bahwa bumi, langit, manusia dan hutan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam satu ekosistem. Oleh karena keempat unsur tersebut berada dalam satu sistem, maka manusia harus menjaga keseimbangannya. Untuk mewujudkan itu semua, seluruh warga masyarakat (termasuk Ammatoa dan pemuka adat lainnya) harus berada dalam sistem tersebut. Ini berarti bahwa kewajiban menjaga keseimbangan ekosistem bumi, langit, manusia dan lingkungan (hutan) adalah merupakan tanggung jawab bersama.
b.      Punna nita’bangi kayua ri boronga, angnqurangngi bosi, appatanrei timbusua, anjo boronga angkontai bosia, aka‘na kayua appakalompo timbusu, raung kayua angngonta bosi.
Artinya: kalau pohon kayu di hutan ditebang, akan mengurangi hujan, meniadakan mata air. Hutan itulah yang mengontak hujan, akarnya membesarkan mata air, daunnya yang menarik hujan.
Butir Pasang tersebut di atas telah dianut masyarakat Ammatoa sejak leluhur mereka. Mereka percaya bahwa fungsi hutan sangat besar peranannya dalam menjaga ekosistem alam. Kalau hutan sudah berkurang, akan berakibat pada berkurangnya curah hujan. Dalam hal ini Suriaatmaja (1997) telah berhasil meneliti hubungan antara curah hujan dengan pertumbuhan pohon. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada hutan yang pohon-pohonnya sudah banyak ditebang, menunjukkan bahwa curah hujan memang kurang. Hal ini disebabkan karena pohon-pohon mampu mengurangi kecepatan angin sehingga akibatnya mengurangi penguapan air.
c.       Punna erokko anna’bang sipoko’ kayu ri boronga, a’lamunko rolo ruang poko’anggenna timbo. Artinya, kalau ingin menebang satu batang pohon kayu di dalam hutan harus menanam dulu dua pohon sampai tumbuh dengan baik. Aturan Pasang tentang penebangan kayu di hutan bagi kawasan adat Ammatoa Kajang, sudah berlaku sejak komunitas mereka ada. Hal ini berarti ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka komunitas adat Kajang sudah memiliki kearifan didalam sistem pengelolaan Lingkungan. Bahkan pengelolaan hutan di Kajang, dapat dijadikan contoh/ rujukan untuk penyelamatan hutan di tanah air. (Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar