Selasa, 15 November 2016

Ammatoa (14); Ammatoa Manusia PIlihan

              Pemimpin tertinggi di dalam Komunitas Adat Kajang ialah Ammatoa. Istilah Ammatoa adalah bahasa Konjo yang mempunyai dua pengertian. Amma artinya bapak, dan toa berarti tua. Ammatoa berarti Bapak Tua. Pengertian bapak disini, bukan dalam arti biologis, melainkan adalah pengertian pemimpin atau kepala. Jadi Ammatoa berarti Bapak Tua atau Bapak yang dituakan, atau pemimpin. Ammatoa bukan nama diri, tetapi gelar atau jabatan.
Makan bersama dalam ritual "Andingingi" (Foto: Rachmatalamsayah.com)
            Di dalam penuturan Pasang berupa cerita suci disebutkan bahwa seorang Ammatoa adalah manusia pilihan, manusia utama. Seorang pemangku jabatan atau status Ammatoa mempunyai keistimewaan dan kelebihan dan bahkan dianggap suci. Itulah sebabnya menurut Pasang nama aslinya pantang disebutkan, sehingga ia dipanggil menurut statusnya yaitu Ammatoa. Di dalam pasang diungkapkan bahwa Ammatoa adalah manusia pertama yang muncul di dunia ini.
            Jabatan Ammatoa adalah jabatan seumur hidup. Dalam menjalankan jabatannya ia didampingi oleh angrongta (ibu) yang menangani masalah tertentu. Sekalipun angronta adalah sebagai ibu, tetapi dia bukan isteri Ammatoa. Angrongta dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Ammatoa juga dibantu oleh Karaeng Tallu, dan ada’limaya. Karaeng Tallu bertugas membantu dalam bidang pemerintahan (ada’ tanaya). Adapun Ada’Limaya adalah pembantu Ammatoa yang khusus bertugas mengurusi masalah adat (dewan adat). Untuk jelasnya struktur organisasi kekuasaan adat Tana Kamase-Masea dapat dijelaskan sebagai berikut:
Karaeng Tallua merupakan tri tunggal dalam bidang pemerintahan dan dikenal dengan “tallu karaeng mingka se’reji”. Ini berarti bahwa apabila ada upacara adat dan salah satu orang di antaranya telah hadir dalam upacara adat tersebut, maka karaeng tallu  sudah dianggap hadir.
            Dalam menjalankan peran dan fungsi sebagai pemimpin komunitas, Ammatoa dibantu oleh majelis adat untuk mengurusi berbagai bidang. Petugas (harian) yang membantu Amma Toa disebut kolehai dengan tugas masing-masing sebagai berikut:
  1. Galla Pantama (timboro’na tanaya) bertugas sebagai hakim
  2. Galla Lombo bertugas dalam bidang pertanian
  3. Galla Malleleng bertugas dalam bidang perikanan
  4. Galla Puto bertugas sebagai juru bicara/Ammatoa
  5. Gala Anjuru bertugas mengatur tamu yang akan menghadap Amma Toa
  6. Galla Bantalang bertugas melindungi hutan di Bantalang
  7. Galla Sapa bertugas melindungi hutan di Sapayya dan menyiapkan bangunan untuk upacara adat.
  8. Galla Sangkala bertugas melindungi hutan di Sangkala
  9. Galla Ganta bertugas melindungi hutan di Ganta (hutan Bongo)
  10. Tu Toa Sangkala bertugas pada bidang pertanahan di daerah sangkala
  11. Tu Toa Ganta bertugas bertugas pada bidang pertanahan ( di daerah Ganta).
  12. Anrong bertugas mengatur perlengkapan upacara “a’nganro”.
  13. Lompo Karaeng bertugas mengatur urutan “paccidongang
  14. Lompo Ada’ bertugas mengatur urutan hidangan menurut kedudukan adat .
Para “pejabat” tersebut di atas dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Amma Toa. Perlu diketahui bahwa jabatan tersebut di atas adalah jabatan menurut adat (manajemen tradisional) yang diatur oleh Amma Toa. Adapun hal-hal/urusan yang berkaitan dengan pemerintahan (formal) diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah, secara formal mulai dari tingkat Kepala Desa, Camat dan seterusnya. Komunitas Amma Toa tergolong sangat patuh/loyal kepada pemerintah. Hal tersebut memang diamanatkan dalam Pasang:
            “Igitte tau caddia ammuluki riadahang, suru’ki riajoka, naki minahang rihajo-hajona pamarentata naiya pamarentata iyamintu arong ammanta”.   
            Artinya: “Kita masyarakat perlu tunduk takluk di bawah petunjuk pemerintah. Sebab pemerintah adalah orang tua kita”.
            Berdasarkan uraian diatas, fungsi dan peran Ammatoa dalam hal ini terjadi bukan karena pengambil alihan terhadap peranan adat, akan tetapi merupakan pendelegasian wewenang yang disesuaikan dengan sistem pemerintahan negara Indonesia. Pada dekade belakangan ini, jabatan Karaeng Tallu dinasionalisasikan struktur dan tata kerjanya menjadi jabatan di bawah taktis pemerintah. Jadi untuk urusan sekuler / duniawi sebagian diserahkan kepada pemerintah setempat untuk mengurusnya.
            Meskipun demikian, Ammatoa tetap merupakan tokoh kharismatik yang mempunyai fungsi khas sebagai “ Tuni Pa’la’langi” atau tempat berlindung. Kedudukan Ammatoa dewasa ini lebih dominan sebagai pemimpin keagamaan, dengan berorientasi ke masalah keukhrowian. Sekalipun begitu, Ammatoa tetap merupakan tunilangngere kananna, tempat bertanya dan meminta nasehat.
            Sebagai contoh, jika ada camat baru di Kecamatan Kajang, atau Bupati baru di Kabupaten Bulukumba, selalu menyempatkan diri mengunjungi Ammotoa memohon restu dan petunjuk. Bahkan pejabat Provinsi Sulawesi Selatan pun ada yang mengunjungi Ammatoa, diantaranya Andi Oddang ketika menjabat Gubernur Sulawesi Selatan. (Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar