Rabu, 02 November 2016

Zaenal A. Syahrir; Sang Kreator dari Ruang Kantor


           Buku karyanya yang berjudul “24 tips Untuk Menjadi Instruktur Yang Baik” kini menjadi buku pegangan wajib bagi seluruh instruktur BLK se-Indonesia. Selain itu beberapa buku karya lainnya sementara dirampungkan. Salah satu di antaranya buku “Menjadi Aparatur Yang Baik."

           Ruang-ruang kreatifitas memang tidak mesti lantas mati ketika kita berada dalam ruang nyaman pegawai negeri. Itu salah prinsip Zaenal A. Syahrir, anak muda yang selalu bersemangat di wilayah literasi.
           Zaenal  saat ini bekerja sebagai salah seorang instruktur di Balai Latihan Kerja (BLK) Bulukumba, Sulawesi Selatan. Di sela-sela rutinitasnya di kantor sebagai pegawai pemerintah, ia rupanya getol meluangkan waktu mengeksplorasi kreativitas dan imajinasi
         Selain tetap menulis, kecintaannya terhadap kampung halaman diimplementasikan salah satunya dengan menjadi Pendiri dan Pemimpin Redaksi media online JejakSulawesiDotCom, portal berita pertama di Indonesia yang khusus menelusuri jejak, tokoh dan potensi Sulawesi.
         Sarjana kependidikannya diperoleh dari Universitas Negeri Makassar tahun 2006. Dibandingkan dengan rekan-rekan seangkatannya, titel ini termasuk lambat diperolehnya. Masuk di perguruan tinggi bekas IKIP ini, Agustus 1999 dan baru memperoleh gelar sarjana, April 2006. Nyaris Drop Out karena hampir mencapai tujuh tahun masa perkuliahan. Batas waktu yang dipersyaratkan perguruan tinggi negeri.
          Ketika masih mahasiswa, pria yang lahir di Desa Dwitiro, Kecamatan Bontotiro, 21 April 1980 dari pasangan AM. Syahrir Mude dan Khatijah ini sempat menjadi aktivis di beberapa lembaga kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kampus.
           Zaenal pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Fakultas Teknik (2002), Ketua Himpunan Mahasiswa Sipil dan Perencanaan (2002-2003), Koordinator Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia (FKMTSI) wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (2002-2003), Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Fakultas Teknik (2003-2004), Pemimpin Redaksi Lembaga Pers mahasiswa (LPM) UNM (2003), Presidium Perhimpunan Pers Mahasiswa Makassar (2004), dan pengurus Kerukunan Keluarga Mahasiswa Bulukumba (KKRB) selama 2004-2006.
           Sejak bergabung di BLK Bulukumba tahun 2009, beberapa kegiatan pernah diikuti Zaenal, di antaranya: Bimtek Jejaring Lembaga Pelatihan Kerja (2009), Bimtek Pengelola Pelatihan Kerja (2009), Rapat Koordinasi Mitra Stakeholder Ketenagakerjaan (2009), Up Grading Metodologi Pelatihan (2010) dan Diklat Dasar Calon Instruktur Kemenakertrans (2010).
          Menurut Zaenal, sebenarnya adalah hal tragis nasib Balai Latihan Kerja (BLK) Bulukumba yang kini di bawah pengelolaan Pemerintah Daerah dan berstatus Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPT). Umumnya masuk kategori ‘kurang sehat’ kalau tak mau disebut mati suri.
          Berikut ini tersembul beberapa intisari pemikiran Zaenal untuk Bulukumba yang pernah ditulisnya dalam sebuah artikel:
          Data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I seperti yang dilansir jppn.com, edisi 4 Agustus 2010, menyebutkan setelah melakukan pemetaan terhadap infrastruktur dan fasilitas 208 BLK milik Pemda diperoleh data bahwa; 39 % BLK dalam kondisi jelek atau memprihatinkan, 51 % sedang, 6 % belum dan hanya 3 % saja yang bagus.
           Selanjutnya Direktorat Bina Lemsar Kemenakertrans R.I mengurai bahwa setelah urusan ketenagakerjaan menjadi kewenangan daerah, diperoleh hasil : BLK di Indonesia Timur 100 % buruk, Indonesia Tengah 3,8 % baik, 21,2 % sedang, 75 % buruk. Sedangkan BLK di Indonesia Barat 15,7 % baik, 37,3 % sedang, dan 47 % buruk.
            Padahal kehadiran BLK mampu mengatasi pengangguran dan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja baru, membuka akses ekonomi, dan memberdayakan ekonomi masyarakat miskin dan produktif melalui usaha kecil dan menengah.
              Dari analisa dan pantauan sekilas menunjukkan bahwa BLK Bulukumba masih memiliki sejumlah keterbatasan sumber daya pelatihan. Sebut saja, pertama peralatan yang sudah masuk kategori tertinggal. Belakangan ini hampir pasti tidak ada revitalisasi peralatan yang mutakhir.
               Kedua, keterbatasan dan ketidakmerataan instruktur di setiap jurusan. Idealnya, berdasarkan persyaratan ILO, 1 orang instruktur melayani 8 orang peserta pelatihan atau 1 jurusan minimal 2 orang tenaga instruktur.
               Ketiga, keterbatasan anggaran. Sejauh ini BLK Bulukumba hanya mengandalkan kucuran   anggaran pelatihan yang bersumber dari APBN. Ironisnya setiap jurusan atau sebagian jurusan hanya mendapat satu paket pelatihan setiap tahun.
               Sementara anggaran dari APBD hampir pasti tidak ada. Kondisi ini menyulitkan BLK Bulukumba untuk memainkan peran strategisnya sebagai institusi yang concent menciptakan manusia karya dan mandiri.
              Padahal jika ditelisik BLK Bulukumba bisa menjadi solusi ideal penciptaan lapangan kerja baru dengan memanfaatkan potensi daerah yang dimiliki.
            Lihat sejibun potensi daerah yang dimiliki Bulukumba. Berderet potensi unggulan yang bisa dimaksimalkan, diantaranya potensi pertanian. Sektor ini memberikan konstribusi paling besar terhadap perekonomian Bulukumba. Selanjutnya tanaman perkebunan seperti: kelapa, kopi robusta dan arabika, kakao, cengkeh, jambu mete, karet, kapas, lada, dan vanili.
           Potensi perikanan terdiri dari perikanan laut dan perikanan budidaya. Untuk jenis ikan laut, sebagian besar berpotensi ekspor, seperti: ikan cakalang, tuna, tongkol, layang, kembung, tambang, lamuru, kerapu, dan beberapa ikan laut lainnya. Perikanan budidaya seperti tambak, laut, kolam, mina padi juga merupakan potensi yang dapat dikembangkan seperti ikan bandeng, udang windu, udang api-api.
           Untuk potensi peternakan meliputi: ternak sapi, kerbau, dan kuda; kambing dan domba; ayam dan itik. Sedangkan sektor kehutanan, selain kayu yang menjadi potensi utama hasil hutan, juga terdapat hasil hutan lainnya seperti: rotan, lebah madu, dan bambu.
           Di sektor perindustrian, terdapat tiga jenis industri besar meliputi: industri kapas PT. Seko Fajar Cotton, industri karet PT. London Sumatera Tbk, dan industri kayu PT. Palopo Alam Lestari.
           Hanya saja, potensi tersebut belum terkelola dengan baik dan belum memberikan hasil maksimal. Peningkatan produktivitas dari berbagai sektor ini masih perlu digenjot. Salah satunya adalah peningkatan kompetensi baik dari pengetahuan dan keterampilan tata kelola dari sumber daya manusia yang akan mengelola sektor tersebut.
           Karena itu, stakeholder ketenagakerjaan di daerah ini, pemerintah termasuk wakil kita di Dewan diharapkan mampu memberikan perhatian penuh dengan melakukan berbagai upaya strategis. Diantaranya, revitalisasi peralatan dan gedung pelatihan, peningkatan kompetensi instruktur dan tenaga pelatihan serta peningkatan anggaran khususnya yang bersumber dari APBD.
          “Jika ini terwujud, tanpa sesumbar BLK Bulukumba bisa menjadi solusi atas permasalahan ketenagakerjaan, pengangguran, ekonomi dan kemiskinan. Insya Allah,” kata Zaenal dengan mata berbinar penuh harapan.
          Saat ini Zaenal tercatat sebagai Asessor nasional bidang metelologi pelatihan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sehingga tak heran jika beberapa sekolah kejuruan (SMK) di beberapa kabupaten di Sulsel memanfaatkan jasanya sebagai tenaga penguji eksternal untuk tes ujian kompetensi kelulusan.
          Selain sebagai Instruktur di BLK, saat ini juga tercatat sebagai Mentor pada Lembaga Pelatihan Kerja dan Pengembangan Kewirausahaan, "PANRITA CIPTA USAHA". Sebuah lembaga yang berupaya mewujudkan tatanan sosial masyarakat miskin yang lebih berdaya guna melalui pengembangan usaha kecil produktif berbasis potensi daerah.
          Sejak bergabung di BLK, Instruktur mebel ini telah sukses menyulap beberapa desa menjadi sentra pengembangan mebel dengan program desa binaan. Sebut misalnya Desa Dwitiro Kecamatan Bontotiro, Desa Balantaroang Kecamatan Bulukumpa, Desa Tugondeng Kecamatan Herlang dan Desa Tamaona Kecamatan Kindang. Deretan desa ini telah menunjukkan perkembangan transaksi jual beli beli mebel khususnya sofa dan sprinbed yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Alhasil, upaya ini mampu meningkatkan gairah bisnis dibidang furnitur dan perabotan rumah tangga di kalangan pemuda putus sekolah. (*)

0 komentar:

Posting Komentar