Senin, 07 November 2016

Raja Lalim Sapahatu



            Kerajaan Sapahatu diperintah oleh seorang raja yang dikenal sangat lalim terhadap rakyatnya. Raja Sapahatu setiap sekali dalam sepekan menyelenggarakan pesta pora di istananya yang megah. Raja berpesta minuman keras dan menikmati berbagai makanan lezat bersama para keluarga istana dan para bangsawan kaya raya.
Ilustrasi (Foto: bandanaku.wordpress.com)
          Setiap  panen, hampir seluruh hasil bumi rakyat  Sapahatu harus diserahkan kepada keluarga istana dan para bangsawan di kerajaan tersebut. Keadaan ini berlangsung lama sehingga lama kelamaan seluruh rakyat Sapahatu mulai merasa muak terhadap rajanya.
            “Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah,” demikian pepatah itu mulai mempengaruhi  hati sebahagian besar rakyat Sapahatu.  Sekelompok orang-orang yang dianggap paling pintar di antara rakyat Sapahatu ditunjuk oleh rakyat untuk diam-diam merencanakan pemberontakan terhadap raja.
            Rencana tersebut harus disiapkan secara matang sebab Raja Sapahatu memiliki ilmu kesaktian yang sulit ditandingi. Konon, Raja Sapahatu hanya bisa menemui ajalnya jika dikubur dalam keadaan masih hidup di dalam perut bumi.
            Pada suatu waktu, kemarau berkepanjangan terjadi di seluruh wilayah Kerajaan Sapahatu. Hampir tidak ada tanaman yang dapat tumbuh. Panen di sawah, kebun dan ladang rakyat gagal total. Keadaan ini semakin memburuk sebab Raja Sapahatu juga bertindak semakin menjadi-jadi.
            Pada saat rakyat dilanda kelaparan dan kekurangan bahan pangan, justru raja semakin berbuat lalim terhadap rakyatnya. Raja Sapahatu memerintahkan prajuritnya untuk menggeledah rumah-rumah rakyat untuk mengangkut hasil bumi yang masih tersisa. Akibat kemarau panjang, upeti rakyat juga semakin jauh berkurang. Keluarga istana juga terancam kekurangan makanan.
            Suatu hari, ratusan  prajurit datang menggeledah seluruh rumah rakyat untuk mencari hasil bumi. Namun usaha mereka sia-sia. Sebahagian besar rakyat Sapahatu telah mengetahui rencana itu. Mereka lebih dulu menyembunyikan hasil bumi mereka yang tersisa itu di suatu tempat rahasia.
Akibat kemarau berkepanjangan, sebahagian besar rakyat Sapahatu memutuskan mengungsi meninggalkan tempat tinggal mereka. Pada suatu hari mereka berbondong-bondong mencari daerah lain yang masih bisa didiami dan memungkinkan masih ada lahan yang dapat ditanami.
Raja Sapahatu sangat murka mengetahui banyak rakyatnya mengungsi meninggalkan kerajaan.  Raja secara langsung memimpin para prajuritnya untuk mengejar rakyatnya yang mengungsi.
Raja Sapahatu dan sepasukan prajuritnya akhirnya berhasil mencapai tempat di mana pengungsi Sapahatu sedang beristirahat.
“Wahai rakyat Sapahatu, aku sudah mengerti mengapa kalian meninggalkan kerajaan, tetapi ketahuilah bahwa aku sangat menyesal dengan kelakuanku selama ini. Oleh sebab itu, aku meminta kalian agar kembali lagi ke Sapahatu. Aku berjanji untuk memimpin kerajaan dengan adil, arif dan bijaksana!”
Seluruh rakyat terdiam seribu bahasa. Salah seorang di antara rakyat Sapahatu  lalu berdiri. Orang yang sudah berusia lanjut itu nampaknya adalah orang yang paling dituakan di antara mereka. Wajahnya juga menyiratkan kebijaksanaan.
“Raja Sapahatu, kami atas nama rakyat Sapahatu memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Sapahatu dan akan bermukim di tempat ini. Ketahuilah, bahwa di tempat ini ada tempat penimbunan hasil bumi yang selama ini kami simpan sebagai cadangan ketika kemarau datang berkepanjangan!” Kata kakek itu dengan suara berwibawa.
Mendengar ucapan kakek itu, Raja Sapahatu langsung melirik sebuah sumur kecil yang ditutupi ranting-ranting pohon tidak jauh dari tempat kakek itu berdiri. Raja Sapahatu merasa  sangat penasaran dengan isi sumur itu.
Raja Sapahatu perlahan-lahan melangkahkan kaki menuju sumur. Tiba-tiba tanpa diduga sekonyong-konyong ratusan rakyat Sapahatu bangkit bergerak maju mengepung sang raja. Mereka serentak menangkap dan mengangkat tubuh sang raja. Tubuh sang raja yang lalim itu langsung mereka ceburkan ke dalam sumur.
Raja Sapahatu  masih sempat berteriak minta tolong kepada para prajuritnya. Namun para prajurit itupun tidak berani menolong rajanya. Mereka juga dikepung oleh rakyat yang sedang marah itu.
Secepat kilat, rakyat Sapahatu lalu menimbun sumur itu dengan batu-batu besar yang sangat banyak. Sedemikian banyaknya batu-batu itu hingga membumbung tinggi menyerupai bangunan di atas sumur.
Berabad-abad kemudian sumur batu tersebut banyak dikunjungi orang-orang dari berbagai penjuru. Sumur yang  ditimbuni batu-batu itu kemudian dikenal dengan nama Sapobatu yang artinya “dikubur dengan batu” ”untuk mengenang nama Raja Sapahatu yang dikubur hidup-hidup di tempat itu. Dewasa ini Sapobatu masih dapat disaksikan keberadaannya di Desa Samboang, Kecamatan Bontotiro, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Demikianlah, tidak ada yang abadi dalam kehidupan ini. Setiap kekuasaan yang dilandasi kelaliman pasti akan menemui kebinasaan.(*)

0 komentar:

Posting Komentar