Jumat, 11 November 2016

Ustad Ganteng



             Entah sudah berapa puluh botol cairan infus memasuki tubuh Ilo. Kabar Ilo sakit keras sangat cepat beredar luas. Terutama di kalangan penggemarnya di sekolah. Ilo kebanjiran pembezuk, terutama kalangan cewek. Tapi Ilo belum juga sadarkan diri. Ilo benar-benar koma.

Ilustrasi (Foto: Arrahmah.com)
            Pagi mekar pada hari kedua puluh satu sejak Ilo jatuh sakit. Orang-orang di sekeliling Ilo mendadak tersenyum girang. Sebuah keajaiban terjadi. Matahari naik sepenggalah dan Ilo membuka matanya. Wajah yang sebelumnya pucat itu kini tampak cemerlang bercahaya.
            “Aku di mana?”
            “Kamu di rumah sakit, sayang. Kamu tidak sadarkan diri selama dua puluh satu hari.”
            Ibunya menjawab dengan penuh kasih sayang. Dielusnya perlahan rambut gondrong putra tunggalnya.
            “Apa yang terjadi dengan diriku, bu?”
            “Kamu mengalami kecelakaan, sayang. Motormu menabrak truk gandeng. Tubuhmu terlempar ke sungai. Dua hari kemudian tubuhmu ditemukan warga tersangkut di akar pohon pinggir sungai.”
            Ilo berusaha bangkit dari pembaringan. Sambil duduk bersila matanya menatap wajah orang-orang yang hadir di ruangan itu.
            “Tolong ambilkan pakaian bersih dan sajadah.”
            Orang-orang di sekeliling Ilo melongo takjub keheranan. Mereka saling berpandangan. Penuh tanda tanya. Tidak berapa lama Ibu Ilo segera bergegas menyediakan pakaian bersih dan sajadah yang diminta putranya. Perempuan itu pun tidak habis pikir kenapa anaknya mendadak berubah seratus delapan puluh derajat.
            Kabar Ilo sembuh dengan cepat beredar luas. Tapi kali ini kabar itu dibumbui dengan cerita menarik seputar diri Ilo yang sekarang berubah drastis. Dulu Ilo dikenal sebagai anak berandalan yang memimpin sebuah geng motor di kota ini. Ilo dan gengnya identik dengan keonaran, tawuran, minuman keras bahkan narkoba.
            Setelah pulih dari luka parah akibat kecelakaan sekarang Ilo berubah total. Rutinitasnya kini sehari-hari berada di masjid dekat rumahnya. Shalat lima waktu secara berjamaah tidak pernah alpa. Bahkan Ilo kerap menjadi muadzin. Di luar jam sekolah Ilo ikut membantu di masjid mengajari puluhan kanak-kanak membaca Al Quran.
            Penampilan Ilo sekarang pun tampak elegan. Kemana-mana tubuhnya selalu dibalut baju gamis dan sorban serba putih. Teman-teman dan guru-guru di sekolah Ilo pun takjub keheranan dengan perubahan diri Ilo. Cewek-cewek fans Ilo semakin kagum. Malah fans Ilo sekarang bukan saja dari kaum hawa tapi juga bertambah dari kaum adam. Teman-teman geng motor Ilo kini juga berubah dan bertekad mengikuti perubahan perilaku pimpinannya. Mereka kini mengidolakan Ilo. Bahkan andai ada satu orang saja remaja yang tidak mengenal Ilo maka dia akan dicap tidak gaul. Ilo semakin populer di kalangan warga seluruh kota. Tua muda, lelaki perempuan. Semuanya mengenal dan mengagumi Ilo.
            Sebulan berlalu. Wajah Ilo semakin bercahaya. Kini jabatannya sebagai muadzin meningkat menjadi protokol saban hari Jum’at. Sepekan kemudian Ilo bahkan mulai tampil sebagai pembawa khutbah Jum’at. Berdasarkan hasil musyawarah para anggota remaja masjid, Ilo didaulat menjadi ketua remaja masjid. Lengkap sudah kini keseharian Ilo yang religius.
            Keseharian Ilo semakin padat. Ilo sekarang kerap diundang berceramah di masjid-masjid. Jumlah jamaah pasti membludak manakala mengetahui Ilo yang akan tampil berceramah. Ilo memang memiliki daya pikat luar biasa. Wajahnya ganteng dan putih cemerlang. Bahasanya sangat sopan. Gayanya berbicara sungguh menawan. Wawasannya mengenai agama Islam pun sangat luas. Ilmunya bukan saja mengenai syariat tapi juga telah merambah hakikat dan makrifat.
            Orang yang paling bahagia melihat Ilo yang sekarang tentu saja adalah ibunya sendiri. Putra semata wayangnya itu kini menjadi seorang ustad terkenal, mengikuti jejak ayahnya. Mendiang ayah Ilo dulunya juga seorang da’i terkenal. 
            Suatu malam di bulan suci Ramadhan. Di sebuah masjid Ilo dijadwalkan berceramah selepas shalat tarawih berjamaah. Seperti biasa para jamaah sudah membeludak memenuhi masjid. Tak ada satu pun saf yang dibiarkan kosong. Bahkan para jamaah yang tidak kebagian tempat sampai rela membentuk saf tersendiri di luar masjid. Kalangan jamaah yang hadir didominasi kaum hawa. Maklum, mereka memang fans setia si Ustad Ganteng. Demikian panggilan mereka kepada Ilo.
            Protokol mempersilahkan Ustad Ilo naik ke mimbar. Ucapan salam sang ustad disambut gemuruh oleh jamaah.
            “Alhamdulillah..........................” Sang ustad berhenti. Kerongkongannya seperti tercekat. Sesaat kemudian kepala Ilo tersungkur di mimbar. Seluruh hadirin sangat terkejut.
            “Ustad Ilo pingsan!”
            ”Cepat bopong tubuhnya!”
            Mereka segera menggotong tubuh ustad kesayangan mereka.  Ilo belum sadarkan diri. Beberapa orang ibu dan gadis menangis sesenggukan. Mereka sangat mencemaskan keadaan Ilo.
            “Ayo cepat lakukan sesuatu!” Salah seorang jamaah berseru.
            “Siapa yang membawa minyak kayu putih?” Tanya seseorang.
            “Kita bawa saja ke rumah sakit!” Kata yang lainnya.
            Suasana gaduh di masjid tiba-tiba berubah hening ketika mereka melihat tubuh Ilo mulai bergerak-gerak. Mata Ilo perlahan terbuka.
            “Aku di mana?” Mata Ilo menatap sekeliling dengan sorot mata bingung.
            “Alhamdulillah! Ustad Ilo sudah siuman.”
            “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
            “A...aku di..di mana?”
            “Ustad baru saja pingsan saat memulai ceramah tadi.”
            “Apa? Ustad?” Wajah Ilo tampak bingung. Setelah tertegun sejenak Ilo seolah baru ingat sesuatu.
            “Ya, ya! Aku sekarang ingat. Aku baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas. Di mana sepeda motorku? Semoga tidak rusak parah. Ibu, ibu! Di mana ibuku? Tolong panggilkan ibuku!”
            Mata orang-orang yang hadir saling berpandangan. Mereka kebingungan mendengar ucapan Ilo. Mata Ilo menelusuri pakaian yang membungkus tubuhnya.
            Ilo bertanya lagi, “Kenapa aku memakai baju seperti ini? Heeh....seperti ustad saja.”
            Wajah orang-orang di tempat itu semakin diliputi keheranan. (*)

Tanete, 20 September 2014

0 komentar:

Posting Komentar